Cinta Kita Agaknya Baik Seperti ini Part 2 (Ikhlas)

Part 23

Ikhlas (The End)

“Aku memilih pergi. Tapi, kepergianku hanya sebatas menghilang dari hadapanmu, bukan untuk menghilangkan rasa yang telah kau rawat dan kau jaga dengan sepenuh hati. Mana mungkin hilang, saat kutau itulah pemberian terindah darimu. Cinta Kita Agaknya Baik Seperti ini”

 

Mereka berdua menyusuri hutan dan mencari petunjuk keberadaan Mahen. Sedangkan Deris berusaha untuk menjaga Resi dan Karren, dia juga sangat kawatir, dia tidak tau apa yang harus dilakukan, yang bisa dilakukannya adalah menjaga amanah dari Pram untuk tetap di tenda

 

Sementara, di tempat Mahen disekap, pria bertopeng itu meperlihatkan foto ayahnya bersama dengan seorang perempuan yang sepertinya dia kenal. “Lo tau ga ini siapa?”

 

 

“Itu, bokap gue. Lo punya dendam apa ke gue dan bokap gue?”

 

“Bagus, pertanyaan yang bagus!” pria itu bertepuk tangan.

 

“Dengar baik-baik, Perempuan yang ada di foto ini adalah nyokap gue dan saat ini dia lagi di rumah sakit jiwa. Lo tau kenapa, ha ha?” tawa Pria bertopeng itu.

 

“Lo tau ga…?” pria bertopeng itu menghampiri Mahen dan berteriak di depannya.

 

“Jawab…” pria bertopeng itu mencekik leher Mahen dan berbisik di telinganya.

 

“Itu karena ulah bokap lo,” pria bertopeng itu mendorong tangannya untuk melepaskan cekikannya.

 

“Enak ya tinggal bareng bokap? Gue selama ini punya bokap tapi gue ga di akuin sebagai anaknya, haha,” pria bertopeng itu tertawa. Tapi, tawanya itu menunjukan rasa sakit dalam jiwanya selama ini.

 

Mahen mulai sadar jika Pria bertopeng ini adalah saudara tirinya hasil dari perselingkuhan ayahnya dulu. Ingatannya saat ini ada pada malam di mana dia memergoki ayahnya dengan perempuan yang ada pada foto yang diperlihatkan pria bertopeng tadi.

 

“Lepasin…” Teriak Putri, dia tertangkap. Rupanya bayangan hitam yang dilihat oleh Mahen tadi adalah Putri dan Lena yang saat itu sedang memantau lokasi camping. Putri dan Lena juga tidak sengaja memergoki Purba menghantam punggung Mahen dengan stik basball yang membuatnya pingsan.

 

“Ngapain lo disini?” Pria bertopeng itu kaget melihat Putri.

 

“Kenapa, Purba? Lo kaget ya? Kenapa gue ada disini?” tanya Putri dengan nada suara yang keras dan itu didengar oleh Mahen.

 

“Purba,” batin Mahen.

 

Purba kemudian membuka topengnya, dia kemudian menampar Putri dengan keras sehingga membuatnya pingsan. Tapi, sebelum tertangkap dia sudah memberi tau Lena agar mencari bantuan polisi dan entah, sekarang Lena ada dimana. Tak berselang lama, Pram dan Nau juga tertangkap oleh komplotan Purba setelah berkelahi dan menumbangkan beberapa preman yang sengaja disewa oleh Purba. Mereka adalah preman yang siap melakukan apa saja jika diberi bayaran yang besar dan saat ini sisa dua orang preman bersama dengan Purba.

 

“Purba, jadi lo pelakunya?” teriak Pram kesal.

 

Purba kemudian menghampiri Pram dan meninju perutnya dengan Keras dan membuatnya hampir pingsan. Jadi, sekarang ada empat tawanan di rumah kosong itu.

 

“Gue sebenarnya ga mau kalian ikut campur, tapi sebagai konsekuensi karena kalian lihat ini. Ya, kalian juga harus siap-siap mati di tangan gue”

 

“Gila lo, Purba,” teriak Nau.

 

“Diam lo, bangsat,” Purba menghampiri Nau dan memukul kepalanya dengan stik baseball membuatnya pingsan dengan darah yang mengucur keluar dari kepalanya.

 

Mahen dan Pram tidak bisa berbuat apa-apa, tubuh mereka lemah dibuat babak belur Purba. Mereka berdua hanya bisa melihat sahabatnya bersimbah darah. Pukulan Pram tadi benar-benar keras, Mahen dan Pram hanya bisa berharap Nau bisa diselamatkan.

 

Purba sudah diluar kontrol, dia telah lama merencanakan ini semua dan kali ini dia tidak ingin gagal untuk menghabisi Mahen bahkan teman-temannya semua jika berani menghalanginya. Dalam hatinya benar-benar tidak ada lagi rasa kasihan, hatinya telah gelap dan dipenuhi kebencian, dia sudah tidak bisa membedakan mana yang salah dan mana yang benar.

 

“Apa yang lo dapat dari ini semua?” tanya Mahen.

 

“Setidaknya gue bisa balas dendam dan lihat lo menderita, gue mau lihat gimana reaksi ayah kita kalo tau kamu mati ditangan saudara tiri kamu sendiri.”

 

“Lo kira ayah akan peduli dengan apa yang gue alami, lo salah Ba. Dia itu ga pernah peduli dengan gue, lo salah sasaran!”

 

“Gue ga salah sasaran, gue ga bodoh. Dari awal, gue emang mau ngehabisin lo, Hen. Lo enak bisa diakuin sebagai anak, lah gue? Ga dianggap sama sekali. Gue mau lo ngerasai penderitaan gue selama ini,” ucap Purba kesal.

 

“Gue sama kayak lo, Ba. Hidup gue juga menderita gara-gara ayah. Ibu gue juga meninggal karena perlakuan buruk ayah. Lo salah sasaran, seharusnya lo ngincar Erik Sudrajat,” balas Mahen.

 

Mendengar hal itu, Purba mengambil stik baseball-nya dan menghantamkan ke kepala Mahen. Terlihat darah mengalir dari jidat sampai ke hidung Mahen dan membuatnya setengah sadar.

 

Sementara Pram berusaha melepaskan ikatan yang ada di tangannya, dia melihat Ema dan Kirana bersembunyi untuk menyelamatkan mereka, Ema benar-benar hancur melihat Mahen tak berdaya, dia mencoba menahan tangisnya. Ema dan Kirana hampir saja tertangkap olen preman itu. Namun, Pram berhasil mengalihkan perhatian mereka dengan menjatuhkan dirinya ke lantai. Melihat hal itu, kedua preman itu menghampiri Pram dan salah satu dari preman itu menghantamnya dengan tendangan keras pas di wajahnya sehingga membuatnya tidak sadarkan diri.

 

Purba yang melihat Pram terjatuh hanya membiarkannya diurus oleh preman bayarannya. Karena saat ini dia ingin fokus ke Mahen. Tapi, tak lama kemudian Ema juga tertangkap oleh preman bayaran Purba. Sedangkan, Kirana masih tetap dipersembunyiannya.

 

Preman itu kemudian menyeret Ema ke hadapan Purba.

 

“Lepasin Mahen, dia ga salah. Yang salah itu bokapnya,” pinta Ema.

 

“Lo mau belain orang yang sudah ngebunuh ayah lo?”

 

“Lo ga usah berbohong lagi, gue udah tau siapa lo, Ba.”

 

“Jadi begitu, ikat dia,” perintah Purba.

 

Mahen kemudian kembali tersadar, melihat hal itu Purba kembali menghampirinya.

 

“Saudaraku, kau sudah bangun rupanya. Jangan cepat mati, gue ingin berlama-lama denganmu.”

 

“Gue udah bilang, lo salah sasaran,” ucap Mahen dengan wajah yang pucat dengan tubuh yang lemah.

 

“Lo dari tadi ngomong salah sasaran, kira-kira kalo gue ngerasain tubuh cewek itu gimana?” tanya Purba sembari menunjuk ke arah Ema, dia benar-benar telah gila.

 

“Jangan berani sentuh dia, Ba. Kalo lo berani gue bakal bikin lo menyesal seumur hidup,” ancam Mahen.

 

“Lo ini lucu banget, udah ga bisa ngapa-ngapain masih aja ngancam gue. Tapi, baguslah gue mau lihat apa yang bisa lo lakuin!”

 

Purba melangkah ke arah Ema. Dia mulai membelai wajah Ema dan mencium pipinya. Ema saat ini benar-benar dalam ketakutan, dia tidak bisa berteriak atau melawan karena tangannya diikat dan mulutnya di lakban.

 

“Hentikan Purba …” teriak Mahen, dia tidak bisa melihat orang yang dia cintai akan diperkosa di depan matanya.

 

“Bangsat kau Purba,” Mahen meronta dan berteriak sekeras mungkin, dia benar-benar emosi tapi tidak bisa melakukan apa-apa.

 

Purba kemudian mulai akan melucuti baju Ema, dia membaringkannya di atas meja. Tapi, tiba-tiba polisi datang dan menghentikan aksi Purba.

 

Purba dan dua orang preman bayarannya kemudian melarikan diri masuk ke hutan dan dikejar oleh polisi kemudian berhasil ditangkap.

 

Lena dan Kirana kemudian membantu membuka ikatan tangan Ema, Pram, Mahen dan Nau.

 

Ema menangis, Kirana kemudian memeluknya dan berusaha menenangkannya. “Tenang, Em. Sekarang lo baik-baik saja.”

 

“Nau, Nau…” panggil Lena, menyadarkan Nau. Tapi, tidak ada reaksi dari Nau, Lena sadar Nau telah meninggal dunia. Lena kemudian menangis histeris melihat temannya kaku.

 

Ema, Kirana dan Putri yang mendengar jeritan histeris dari Lena, kemudian mereka menghampirinya. Benar, Nau telah meninggal dunia, jazadnya kemudian di bawah oleh pihak kepolisian. Mahen dan Pram keduanya dilarikan ke rumah sakit. Berita meninggalnya Nau, juga sudah sampai kepada Deris, Karren dan Resi yang saat ini diamankan oleh polisi. Deris benar-benar terpukul atas meninggalnya sahabatnya.

 

***

 

Satu Bulan kemudian, Mahen menjenguk ayahnya di kantor polisi setelah terbukti melakukan penipuan kepada keluarga Agus Pranawingrum dan bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan Purba dan ibunya. Preman yang disewa oleh Ibunya Purba rupanya salah sasaran, seharusnya mereka mengejar Erik Sudrajat. Tapi, malah mengejar mobil yang di dalamnya ada Agus Pranawingrum dan Arya Permana. Sedangkan Purba dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa menyusul ibunya dan seluruh hak milik keluarga Agus Pranawingrum telah dikembalikan, termasuk hak dalam perusahaan Tridaur.

 

“Maafin Ayah, Hen,” pinta Pak Erik.

 

“Ayah, harus sehat disini,” ucap Mahen.

 

Pak Erik kemudian memutuskan kembali ke dalam sel, setelah bertemu dengan Mahen, dia tidak ingin berlama-lama berbicara dengan Mahen, dia tidak tau harus berbicara apa, dia bukan sosok ayah yang baik buat Mahen, dia tidak ingin menampakkan wajah kesedihan di depan Mahen, cukup rasanya membebani Mahen.

 

Mahen tidak pernah bertemu dengan Ema, hubungannya dengan Ema semenjak kejadian itu menjadi renggang. Mereka memang tidak pernah mengucapkan kata putus. Mahen dengan sadar memilih menjauhi Ema, dia merasa tidak pantas buat Ema. Cinta mereka agaknya lebih baik seperti itu. Walaupun Ema tau bahwa bukan Pak Erik yang membunuh ayahnya tetap saja hubungan mereka sulit untuk disambung kembali. Mahen tidak ingin memberi luka lebih banyak lagi kepada Ema.

 

Mahen juga tidak lupa berterima kasih kepada Putri, kalo bukan Putri yang saat itu datang menolongnya dia mungkin tidak ada lagi di dunia ini. Baginya Putri adalah wanita yang baik dan pantas mendapatkan sosok lelaki yang juga menyayanginya suatu hari nanti.

 

Sedangkan Kirana, dia tidak menyangka bahwa sahabatnya sedari kecil yang dia kenal baik serta perhatian dan berhasil membuatnya jatuh cinta, ternyata telah lama memendam luka sampai sejauh ini. Seharusnya, sebagai sahabat yang baik dia mengetahui masalahnya itu, agar bisa membantunya. Tapi, Purba sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda aneh karena dia berhasil menyembunyikannya. Kirana prihatin atas apa yang dialami sahabatnya itu dan perasaan cintanya tidak akan pernah berubah kepada Purba meskipun semuanya telah berubah. Dia tidak menyalahkan Purba sepenuhnya karena Purba hanyalah korban dari keegoisan Pak Erik Sudrajat.

 

Purba telah lama mengetahui bahwa ayahnya adalah Pak Erik Sudrajat tapi dia lebih memilih memendam perasaannya dan menjadi bom waktu buat dirinya. Dan akhirnya dia kehilangan kontrol setelah tidak mampu menahan lagi penderitaan yang dialami ibunya dan sakitnya tidak dianggap sebagai anak.

 

Pram juga setelah kejadian itu menjadi lebih dewasa lagi dalam bertindak, dia tidak ingin menyimpan kebencian dalam dirinya lagi, dia menerima dengan ikhlas penolakan dari Ema karena baginya, cinta tak harus memiliki dan dia belajar banyak dari Purba yang berubah menjadi jahat karena tidak mau memaafkan dan lupa menyisipkan cinta dalam hatinya. Dia juga telah berdamai dengan Mahen dan persabahatan mereka kembali terjalin. Sedangkan Karren, dia juga tidak lagi memaksa Mahen untuk mencintainya, dia belajar banyak tentang makna cinta dari Putri.

 

Mereka saling merangkul, dan mendoakan Nau di depan pusaranya. Kepergian Nau menjadi pukulan tersendiri bagi sahabat-sahabatnya. Terkhusus Mahen dan Deris. Mahen akan selalu mengingat bagaimana Nau menyelamatkannya sedangkan Deris akan selalu mengingat kenangannya bersama dengan Nau yang selama ini menemaninya. Dia benar-benar kehilangan sosok sahabat sejati seperti Nau yang tidak akan ada lagi orang seperti dia di dunia ini.

 

Satu bulan kemudian, mereka merayakan kelulusannya bersama-sama. Mahen akan melanjutkan sekolahnya ke luar negeri, dia ingin berdamai dengan masa lalunya. Mungkin dengan sekolah di luar negeri dia bisa mendapatkan pengalaman baru dalam hidupnya, masa lalu akan dia jadikan sebagai pelajaran berharga yang akan senantiasa membimbingnya dalam kebaikan di mana pun dia berada. Sedangkan Ema, akan melanjutkan sekolahnya di Jakarta dan mengurus Perusahaan Tridaur miliknya.

 

Saat kelulusan berlangsung, saat semua teman-temannya berbahagia, Mahen dan Ema hanya saling menatap, tidak ada satupun kata yang keluar dari mulut mereka. Tak ada kata perpisahan, meski keduanya saling merindukan. Keduanya hanya memendam perasaanya. Perasaan yang begitu ingin disapa dan disenyumi. Tapi, rasanya cukup dengan memandang saja telah mengobati dua hati yang masih saling mencintai tapi tidak bisa bersatu.

 

Mahen kemudian berangkat keluar negeri untuk melanjutkan sekolahnya, dia kemudian menulis sebuah status di IG-nya. “Aku memilih pergi. Tapi, kepergianku hanya sebatas menghilang dari hadapanmu, bukan untuk menghilangkan rasa yang telah kau rawat dan kau jaga dengan sepenuh hati. Mana mungkin hilang, saat kutau itulah pemberian terindah darimu. Cinta Kita Agaknya Baik Seperti ini.”

 

THE END…