Part 22
Camping
Hari minggu,
mereka siap-siap untuk camping. Titik
kumpul mereka adalah Cafe dekat sekolah, dan saat ini, Deris, Nau,
Purba, Karren, Resi dan Kirana sudah ada di Cafe
tersebut dan tinggal menunggu kedatangan Mahen, Pram dan Ema.
Masing-masing
dari mereka memilih teman boncengan. Purba dengan Kirana, Nau dengan Resi.
“Ren sama
abang, yok,” ajak Deris.
“Idih, ogah
banget,” tolak Karren.
Saat ini, masih
ada dua orang yang belum memilih teman bocengannya yaitu Deris, dan Karren.
Mereka menunggu kedatangan Mahen, Pram dan Ema, tak lama kemudian Mahen dan Ema
datang. Mahen berbocengan dengan Ema, hal itu membuat Karren sangat kesal dan
mencoba menahan amarahnya.
“Gimana, lo mau
naik motor sendiri atau nunggu Pram?” tanya Deris kembali menawarkan.
“Yaudah, gue
ikut lo,” ucap Karren terpaksa, daripada harus berboncengan dengan Pram mending
dengan si gendut, Deris ini. Karren sebenarnya tidak ingin ikut tapi dia juga
tidak bisa tinggal diam melihat Mahen dan Ema.
“Dari tadi
kek,” balas Deris.
“Nau, Pram
datang ga?” tanya Deris.
“Kata Pram,
duluan aja nanti dia nyusul,” jawab Nau.
“Yaudah, berangkat
yok,” ucap Deris.
Mereka kemudian
berangkat menuju tempat camping.
Setelah
menempuh perjalanan sekitar dua jam, akhirnya mereka sampai dan memarkirkan
sepeda motornya, tak lama kemudian diikuti dengan kedatangan Pram. Seluruh
perlengkapan untuk camping
dipersiapkan dan meraka mulai berjalan ke lokasi camping dengan dipandu oleh seorang pemandu menuju lokasi. Suara
air yang mengalir di bebatuan serta suara kicauan burung mulai terdengar
ditambah pemandangan yang begitu indah semakin membuat mereka tak sabar untuk ber-camping di lokasi itu. Lokasi camping mereka di depannya itu adalah
aliran sungai. Tempatnya aman karena berada diketinggian kira-kira tiga meter
dari sungai. Setelah berjalan beberapa menit tibalah mereka di lokasi camping
dan mereka mulai mendirikan tenda.
Setelah malam
tiba mereka menyalakan api unggun. Purba kemudian membuka acara camping
itu. “Selamat malam guys, sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Bahwa,
adanya camping ini untuk menjalin
kembali silaturahmi yang pernah putus
dan mengakhir semua permusuhan ini. Oleh karenanya, gue atas nama Purba minta
maaf kepada teman-teman sekalian khususnya buat Nau dan Deris yang pernah gue
laporin ke Bu Jeny sehingga harus membersihkan toilet satu sekolah. Untuk itu
gue minta maaf.”
Mendengar hal
itu sebagian dari mereka tertawa saat mengingat momen tersebut.
“Santai Ba,
kami berdua sudah memafkan,” teriak Deris.
“Ok, makasih.
Selanjutnya, gue persilahkan kepada teman-teman untuk maju ke depan dan meminta
maaf seperti yang gue lakuin!”
“Ok, siapa yang
mau?”
Ema kemudian
menganggkat tangannya.
“Ok, Ema. Ayok
maju!”
“Iya, gue
berdiri disini buat minta maaf ke teman-teman sekalian, gue tau semenjak
kedatangan gue ke sekolah gue banyak buat masalah. Oleh karenanya, gue minta
maaf sebesar-besarnya,” pinta Ema. Wajah Karren dan Resi tampaknya masih
terlihat kesal dengan Ema, mereka berdua tak ada niat buat berdamai, tapi
mereka terjebak dalam suasan seperti itu. Jadi, mau tidak mau mereka harus
mengikuti aturan yang telah dibuat.
“Ok, makasih
Em. Siapa lagi?” tanya Purba.
Setelah
beberapa menit menunggu dan tidak ada lagi yang mau naik akhirnya Purba merubah
rencana.
“Ok, karena
mungkin ada yang gengsi buat minta maaf, jadi gue pengen semuanya berdiri dan
saling berjabat tangan. Setelah itu, kita anggap, kita semua adalah teman dan
tidak ada lagi permusuhan di antara kita!”
“Sepakat,” teriak
Nau, kemudian berdiri.
Mereka kemudian
saling berjabat tangan. Tidak ada satupun dari mereka yang tidak berjabat
tangan sebagai tanda berakhirnya permusuhan di antara mereka.
“Baik
teman-teman, selanjutnya ngobrol santai. Gue harap tidak ada yang menyendiri,
semuanya harus kumpul disini!”
Terlihat
kebahagiaan dari Deris dan Nau karena mereka bisa berkumpul bersama lagi,
walaupun kelihatannya Mahen dan Pram belum bisa seperti dulu lagi tapi
setidaknya mereka bisa tersenyum di tempat ini karena tingkah kocak dari Nau
dan Deris.
Dari kejauhan,
Mahen melihat sosok bayangan hitam yang berlari dekat pepohonan, karena
penasaran Mahen menuju pohon itu.
“Hen, lo mau
kemana?” tanya Deris, tapi tak mendapatkan jawaban dari Mahen.
“Udah, Ris.
Mungkin Mahen kebelet pipis,” ucap Nau.
“Ok,” Deris
mengangguk.
Mahen kemudian
mengikuti bayangan hitam yang ada di balik pohon itu, dan setelah sampai dia
tidak menemukan seorang pun. Tapi, tiba-tiba seseorang menghantam punggungnya
dengan kayu cukup keras dan membuatnya pingsan.
Setelah
tersadar, Mahen sudah berada di dalam rumah kosong yang dia tidak tau itu di mana.
Di depannya telah berdiri seseorang yang mengenakan topeng hitam, sehingga dia
tidak mengenali wajahnya.
“Lo siapa,
lepasin gue,” teriak Mahen yang saat ini kaget dengan orang yang ada di
depannya. Namun, dia berusah tetap tenang.
Di lokasi camping,
mereka mulai mencari keberadaan Mahen dan Purba yang tiba-tiba menghilang.
Sudah 30 menit mereka pergi dan tidak kembali.
“Wah, ini ga
lucu, Ris, mereka kemana?” tanya Nau yang mulai kawatir.
“Ema, lo ga
ngelihat Mahen?” tanya Kirana.
Ema curiga
bahwa yang membawa Mahen itu adalah Purba. Tapi, dia dan Purba sebelumnya tidak
memiliki rencana seperti ini. Purba telah ingkar janji, dia mungkin mau
menyakiti Mahen.
“Ki, kita harus
cari Mahen. Gue takut dia diapa-apain sama-” Ema tidak melanjutkan ucapannya.
“Sama siapa,
Em?” tanya Kirana.
“Gue ga yakin.”
Ema juga belum yakin, kalo orang itu adalah Purba. Tapi, bisa jadi itu adalah
Purba, dia harus menyelamatkan Mahen.
“Nau, Der cari
Mahen gue yakin dia dalam bahaya,” pinta Ema yang mulai kawatir.
“Lo kenapa Em?
Lo nyembunyiin sesuatu dari gue?” tanya Kirana.
“Akhh,” teriak
Karren.
Mereka yang
mendengar itu langsung berlari ke sumber suara. Karren menemukan kotak teror
yang disiapkan oleh Ema sebelumnya. Isinya bangkai ayam, beserta foto Mahen dan
Pak Erik dan sebuah surat yang berisi tentang kejahatan yang dilakukan oleh Pak
Erik yang membunuh sahabatnya sendiri yaitu Agus Pranawingrum dan Arya Permana
demi menguasai perusahaan Tridaur. Surat itu kemudian diambil oleh Pram dan
dibacanya.
“Mahen dalam
bahaya, ada orang yang sedang balas dendam ke Mahen,” ucap Pram, dia segera
mencari bantuan. Namun, tidak menemukan satupun penjaga atau pemandu di pos
penjagaan, dia mulai sadar bahwa tempat ini sudah lama tutup terlihat bahwa
telah dipasang tulisan untuk tidak melakukan aktifitas camping di daerah tersebut. Orang-orang tersebut mungkin adalah
satu kompoltan yang ingin balas dendam ke Mahen. Pram kemudian kembali ke
lokasi camping dan meminta
teman-temannya berhati-hati dan menceritakan kebenaran itu.
Semua orang
terlihat panik setelah mendengar cerita dari Pram tadi, sehingga sangat susah
untuk berpikir.
“Gue ga mau
mati disini,” tangis Karren memeluk Resi.
“Dengar semua,
gue yang ambil alih.”
“Semuanya,
dengar gue,” teriak Pram karena tidak ada yang menghiraukannya dan setelah
berteriak akhirnya mereka mulai memperhatikan Pram.
“Ok, semuanya
dengar gue. Jangan ada yang keluar dari lokasi ini, gue bakal cari bantuan. Gue
mohon jangan ada yang keluar. Gue titip teman-teman ke kalian. Nau, Ris!”
“Gue ikut, Pram,”
Nau menahan langkah, Pram.
Pram kemudian
mengangguk.
“Kalian berdua
hati-hati,” ucap Deris kepada kedua sahabatnya itu.
Malam semakin
larut, tapi tak ada tanda-tanda Mahen dan Purba terlihat, begitupun dengan Pram
dan Nau. Dengan nekat kemudian, Ema berencana keluar dari lokasi camping itu untuk mencari Mahen, dia
tidak ingin Mahen diapa-apain oleh Purba. Dia merasa bersalah telah menyetujui
rencana Purba untuk camping, tapi dia
tidak pernah berencana untuk menyakiti Mahen, dia hanya ingin Mahen tau kalo ayahnya
itu adalah pembunuh, dia cuma ingin Mahen mencebloskan Pak Erik ke dalam
penjara. Dia tau kalo hal itu menyakitkan buat Mahen. Tapi, tidak ada cara lain
lagi selain hal itu.
“Em, lo ga
terlibatkan?” tanya Kirana dengan suara yang pelan, dia mulai curiga saat
membaca surat itu, ada nama ayahnya.
Ema terdiam,
dia tidak tau harus mulai dari mana.
“Agus
Pranawingrum kan ayah lo?”
Lagi-lagi Ema
hanya bisa diam dijejali pertanyaan dari Kirana.
“Lo kalo diam
begini, berarti lo juga terlibat Em!”
“Gue ga bisa
jelasin sekarang, Ki,” ucap Ema dengan air mata yang mulai menetes.
“Gue harus cari
Mahen,” Ema kemudian berdiri dan ingin berlari keluar dari lokasi camping itu.
“Em…” Kirana
mencegah Ema.
“Lo bisa cerita
pelan-pelan Em, gue pernah dengar cerita Mahen tentang kecelakaan sahabat
ayahnya dua tahun lalu,” ucap Kirana meyakinkan.
“Mahen pernah
mencari tau sejarah berdirinya Perusahaan Tridaur yang terkanal milik ayahnya,
dia merasa ada yang aneh. Kedua sahabat ayahnya mengalami kecelakaan dan
kecelakan itu telah direncanakan. Dua tahun lalu dia tidak sengaja memergoki ayahnya
selingkuh dengan perempuan cantik di dalam kamar ayahnya, mereka berciuman dan
purba saat itu bersembunyi di dalam lemari.
“Sayang, anak
kita sudah berusia 16 tahun. Kapan kamu akan mengakuinya ke publik,” tanya
perempuan itu.
“Kamu bilang
apa?” Pak Erik menampar perempuan itu dan menghentikan aksi ciumannya. Pak Erik
kembali mengenakan bajunya.
“Kamu jangan
pernah berharap untuk mendapatkan pengakuan itu. Tapi, saya berjanji akan
membiayai sekolahnya dan memberinya kehidupan yang mewah. Saya rasa itu sudah
cukup,” jelas Pak Erik.
“Kenapa kamu
tidak mau mengakuinya Mas, dia itu juga anak kamu,” tanya perempuan itu sedih.
“Dengar ya,
kalo publik tau saya punya anak dari perempuan bayaran seperti kamu ini, mau
ditaro dimana muka saya. Lagian, saya sudah pernah bilang untuk mengugurkan
kandunganmu. Tapi, apa? kamu tidak mau dan berjanji akan merawatnya tanpa
meminta pengakuan dari saya.”
“Jadi, selama
ini kau anggap saya sebagai perempuan bayaran?” tanya perempuan itu.
“Begitulah
kira-kira,” jawab Pak Erik, kemudian masuk ke dalam kamar mandi.
Hati perempuan
itu sangat sakit, dia kemudian menelpon preman untuk membunuh Pak Erik.
Setelah
menyaksikan perselingkuhan itu besoknya dikabarkan kecelakaan yang menimpa Agus
Pranawingrum dan Arya permana. Mahen masih mencari tau sampai sekarang penyebab
kecelakaan itu dan dia juga mencari tau siapa perempuan itu dan anak yang dia
sebutkan adalah anak dari ayahnya. Dia juga mencari tau keluarga Agus
Pranawingrum dan Arya Permana. Dalam pencariannya, dia mengetahui bahwa Arya
Permana tidak memiliki keluarga. Dulunya, Arya Permana adalah seorang pemulung
yang tinggal bersama dengan ayahnya yang sakit-sakitan. Singkat cerita, Arya
Permana bertemu dengan Agus Pranawingrum dan Erik Sudrajat. Kemudian Agus
Pranawingrun mengajak Arya permana dan Erik Sudrajat untuk berbisnis daur ulang
sampah dan ternyata berhasil berkat kerja sama mereka. Setelah mereka sukses, ayah
dari arya permana meninggal dunia hingga tinggal Arya Permana seorang. Tapi,
dia tidak bersedih karena ada dua sahabatnya yang menemani. Sedangkan, keluarga
Agus Pranawingrum tiba-tiba menghilang, itu yang membuatnya merasa aneh.
“Jadi, Arya
Permana ga punya keluarga?” tanya Ema kaget.
“Iya Em.”
“Berarti lo
udah tau kalo sahabat dari ayahnya Mahen itu adalah ayah gue?”
“Ga, Em. Gue ga
tau kalo yang Mahen selediki itu adalah ayah lo, gue ga tertarik mencari tau.”
“Oh,” Ema
menganguk.
“Tapi, Ki.
Purba itu anak siapa?” tanya Ema yang juga mulai bingung, siapa sebenarnya
Purba itu. Tapi, ini bukan waktunya untuk mencari tau siapa Purba karena yang
paling penting sekarang adalah bagaimana menyelamatkan Mahen.
Ema kemudian berlari
keluar dari lokasi itu dengan nekat dan dibelakangnya di ikuti oleh Kirana.
“Kalian mau
kemana? Teriak Deris. Tapi, tak dihiraukan oleh Ema dan Kirana.
No comments
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak