Cinta Kita Agaknya Baik Seperti ini Part 2 (Balas Dendam Dimulai)

Part 21

Balas Dendam Dimulai

 

“Sayang, kamu kemana aja?” tanya Mahen

 

“Semalam aku ketiduran, maaf ya sayang,” Ema berusaha tetap tenang, dia tidak boleh terlihat aneh. Dia telah memutuskan untuk menghilangkan perasaanya kepada Mahen, dia tidak ingin karena rasa sayangnya menghapuskan keinginannya untuk balas dendam. Dia tidak boleh lemah, dia sudah lama menunggu momen balas dendam ini dan ini saatnya dia harus membalas kematian ayahnya dan juga penderitaan yang selama ini dia rasakan.

 

Mahen menatap wajah Ema dengan seksama.

 

“Ngapain, sayang?” tanya Ema, sembari memperbaiki ikat rambutnya. Kali ini penampilan Ema terlihat berubah, kalo kemarin-kemarin dia membiarkan rambutnya terurai. Tapi, kali ini dia mengikatnya.

 

“Kamu cantik banget hari ini,” ucap Mahen.

 

“Anak sama orang tua sama saja, pikirannya kotor, tidak salah lagi cowok ini benar-benar mesum,” batin Ema, dia benar-benar ilfeel menghadapi Mahen, cintanya kepada Mahen telah berubah 180 derajat setelah mengetahui fakta itu. Padahal, Mahen hanya sekedar memuji kecantikan orang yang dia sayang bukan karena nafsu.

 

Ema kemudian ikut menatap Mahen yang saat ini menatapnya untuk menjaga rencananya agar terlihat biasa saja, keduanya saling bertatapan.

 

“Aku sayang kamu, Em,” ucapan itu keluar dari mulut Mahen sembari membelai rambut Ema.

 

Ema kembali merasakan kehangatan cinta dari Mahen, betul-betul perasaanya diuji. Beberapa menit yang lalu dia sangat ilfeel dekat dengan Mahen tapi saat ini dia kembali dibuat merasakan getaran cinta dalam dirinya.

 

“Tidak Em, lo ga boleh ada perasaan lagi,” batin Ema berusaha melawan perasaanya.

 

Ema langsung membalikkan pandangannya ke depan. “Kenapa, ga tahan ya tatap-tatapan sama cowok ganteng seperti saya ini.”

 

“Idih, sok banget,” balas Ema.

 

“Kentara banget kali, kalo kamu sayang banget sama aku,” canda Mahen.

 

***

 

Di kantin sekolah, setelah jam istirahat berbunyi, 5 menit yang lalu. Nau dan Deris sedang berdiskusi tentang bagaimana caranya agar Mahen dan Pram bisa berdamai.

 

“Ris, lo benar-benar ga ada ide buat mendamaikan mereka? Gue benar-benar ga tahan, gue pengen persahabatan kita kembali kek dulu lagi bisa kumpul bareng,” curhat Nau.

 

“Ga ada,” jawab Deris, yang juga terlihat putus harapan.

 

“Gue punya ide,” celetuk Purba dan mulai duduk di samping mereka.

 

“Yang nyuruh lo duduk di situ siapa?” tanya Nau yang kesal kepada Purba yang sok akrab dengan tatapannya yang tajam.

 

“Sabar, Nau.” Deris mencoba menenangkan Nau. Mereka berdua memang sudah lama bermusuhan dengan Purba.

 

Nau dan Deris masih mengingat dengan jelas bagaimana Purba melaporkan mereka yang sedang merokok ke Bu Jeny. Alhasil, mereka disuruh untuk membersihkan seluruh toilet yang ada di sekolah.

 

          “Tadi gue dengar lo bilang punya rencana, apa itu?” tanya Deris.

 

“Lo punya rencana apa, jangan kira karena kami bawa lo ke UKS kemarin trus lo bisa anggap kita ini baikan,” sambung Nau yang curiga dengan Purba.

 

“Sabar, Nau. Kita dengar dulu rencananya apa,” ucap Deris.

 

“Jadi gini, selama ini kan kita musuhan. Gue pengen berdamai dengan kalian berdua termasuk Mahen dan Pram dengan ngajakin kalian camping bareng. Gue ga bakal sendiri, gue bakal ngajak Ema dan Kirana, kalian berdua juga bisa ajak Karren dan Resi. Tujuan dari camping ini adalah untuk menyambung kembali pertemanan kita dan mengakhiri permusuhan.”

 

Purba menjelaskan maksud dan tujuannya dengan jelas kepada Nau dan Deris dan mereka berdua mendengarkannya dengan seksama.

 

“Gimana?” tanya Purba untuk memastikan apakah rencannya bisa diterima oleh mereka berdua.

 

“Ok, rencana lo emang bagus. Tapi, apa lo bisa jamin kalo Mahen dan Pram atau kita-kita ini ga bakal ribut disana?” tanya Nau.

 

“Iya gue ngerti maksud lo, dan gue udah nyiapin surat pernyataan yang ditanda tangani di atas materai yang isinya tidak akan berkelahi dan apabila berkelahi akan dilaporkan ke polisi. Kalian bisa copy surat pernyataan ini dan kasih ke mereka”

 

“Kalo Mahen atau Pram ga mau ikut?” sambung Deris.

 

“Gue yakin mereka pasti ikut, kalian kasih aja surat pernyataan ini!”

 

“Kenapa lo seyakin itu?” tanya Nau.

 

“Intinya, lo kasih aja surat pernyataan ini. Klo mereka ga mau ikut ya ga apa-apa juga. Kan masih ada lo dan Deris. Karena inti dari camping ini ya buat berdamai!”

 

“Ok, Ba. Gue percaya sama lo,” ucap Deris.

 

“Jangan lupa berkabar. Kalo mereka ingin ikut,” tutup Purba dan meninggalkan kantin.

 

Tak lama kemudian, Pram masuk ke kantin bersamaan dengan kedatangan Karren dan Resi. Nau dan Deris mulai beraksi. Nau menghadang Pram sedangkan Deris menghadang Karren dan Resi.

 

“Pram, lo ikut gue ke meja itu. Gue ada sesuatu yang penting buat gue omongin,” Nau menarik tangan Pram dengan hati-hati. Bersamaan dengan itu Karren dan Resi juga telah duduk di meja yang telah disiapkan oleh mereka berdua.

 

“Kalian ini kenapa sih?” kesal Karren.

         

“Jadi, kami berencana buat ngajakin kalian camping, horeee. Tepuk tangan dulu …” Nau bersemangat menjelaskan itu. Namun, Pram, Deris, Karren dan Resi tercengang dengan kegaringan yang dilakukan Nau.

 

“Ya Ellah, kirain apa. Malas gue,” sambung Karren.

 

“Ayok, Res. Kita pergi dari sini,” ajak Karren.

 

“Tunggu dulu, Ren. Mahen dan Pram akan ikut juga. Iya kan Pram?”

 

“Iya kata, Pram,” ucap Deris.

 

Pram hanya diam, karena saat ini di kepalanya dipenuhi oleh Ema, dia masih saja memikirkan malam itu, saat pengakuannya sama sekali tidak dianggap penting oleh Ema. Itu membuatnya frustasi.

 

“Coba lo ulang, tadi lo ngomong apa?” tanya Karren memperjelas.

 

“Iya, kami berencana buat ngajak kalian camping tujuannya untuk menyambung kembali pertemanan dan mengakhiri permusuhan,” sambung Deris.

 

“Tunggu dulu, emang lo kira gue musuhan sama Mahen?” kesal Karren.

 

“Bukan sama Mahen tapi sama Ema,” celetuk Nau.

 

“What, Ema ikut?” tanya Karren.

 

Nau dan Deris mengangguk sebagai tanda kebenaran.

 

“Ga, gue ga setuju kalo Ema ikut,” gerutu Karren.

 

“Disini sudah ada surat pernyataan, yang isinya tidak boleh ada perkelahian, kalo ada siap-siap dipolisikan. Karena ini betul-betul buat silaturahmi dan mengakhiri permusuhan. Jadi, kalo ada yang tidak sepakat ga usah ikut. Itu sudah keputusan kami, titik,” jelas Nau.

 

Mendengar hal itu Karren makin kesal saja. Antara ikut dan tidak ikut saat ini ada dalam pikirannya. Sedangkan Pram mulai tertarik dengan apa yang dibicarakan oleh Nau.

 

“Kalo gue boleh tau, siapa aja yang ikut?” celetuk Resi.

 

“Sebenarnya ini rencana Purba dan kami berdua. Jadi sudah jelas yang bakal ikut itu adalah Purba, Ema dan Kirana!”

 

“Mahen gimana?” tanya Karren.

 

“Gue belum tau juga, tapi gue bakal usahain dia ikut,” balas Nau.

 

“Kalo gitu gue ikut, suratnya mana?” celetuk Pram dan sedikit membuat mereka kaget dan heran melihat Pram bersemangat.

 

Deris kemudian menyodorkan surat itu. “Gue yakin rencana ini akan berhasil,” batin Deris.

 

Pram sebenarnya yakin kalo Mahen akan ikut, mengingat Ema juga akan ikut, dia tidak akan tinggal diam melihat Mahen dekat dengan Ema, dia tidak akan membiarkan hal itu.

 

“Kalo gitu, gue dan Resi juga ikut, sini suratnya ….” pinta Karren kesal, dengan terpaksa dia mengambil surat itu.

 

“Ok, teman-teman. Gue harap surat pernyataan ini dibaca baik-baik dan sesuai dengan rencana kita camping hari Minggu besok di Puncak Bogor!”

 

Tidak jauh dari tempat itu, ada Putri dan Lena yang tak sengaja mendengar percakapan mereka.

 

“Len, lo mau ikut ga?” tanya Putri.

 

“Kita kan ga di ajak, Put.”

 

“Yaa, kita kesana sembunyi-sembunyi lah. Ga usah ikut camping tapi kita sewa penginapan dekat situ. Gue mencium bau-bau kebohongan, ada rencana jahat yang gue rasain, gue ga mau kalo Mahen disakiti lagi sama orang-orang kek mereka itu.”

 

“Ga mungkin lah, Put. Orang ada surat pernyataannya juga,” jawab Lena.

 

“Lo mau ikut atau ga?” tanya Putri kesal karena ditanya melulu, dia tidak bisa menjelaskan keanehan yang dia rasakan.

 

“Ikut, hehe,” balas Lena dengan senyum.

 

***

 

Di waktu yang sama, di kelas 12.2 saat jam istirahat.

 

“Sayang, gue mau ngomong sesuatu,” ucap Ema.

 

“Apa, sayang?”

 

Camping yok,” ajak Ema.

 

“Berdua?” tanya Mahen kaget.

 

“Ga lah sayang, yakali berdua!”

 

“Trus, sama siapa aja?”

 

“Banyak sih, tapi jangan marah ya kalo gue sebutin satu-satu!”

 

Mahen mengangguk.

 

“Janji dulu sayang,” pinta Ema sembari menyodorkan jari kelingkingnya.

 

“Iya-iya, gue janji!”

 

“Bentar dulu, gue pangil Kirana. Ki …” panggil Ema. Kirana yang mendengar itu langsung menuju ke meja Ema.

 

“Ada apa, Em?”

 

“Ceritain rencana kita!”

 

“Jadi gini, Hen. Gue, Ema dan Purba itu punya rencana buat ngajakin lo, Pram, Deris, Nau, Karren dan Resi buat camping, tujuannya menyambung kembali pertemanan yang putus dan mengakhiri permusuhan. Jadi, gitu. Hen!”

 

“Gimana, sayang,” sambung Ema yang sengaja mengucapkan kalimat itu agar Mahen mau masuk dalam rencananya.

 

Kirana yang mendengar hal itu, tersenyum dan berkata. “Suaranya bisa dipelanin dikit ga. Jiwa jomblo gue agak risih”

 

Ema tertawa mendengar hal itu. “Iya, maaf Ki,”

 

“Ok, gue setuju,” jawab Mahen. Baginya ini juga adalah momen terbaik untuk mengakhiri semua permusuhan karena dari awal dia tidak ingin punya musuh. Tapi, rupanya Mahen tidak tau kalo camping ini adalah rencana Purba dan Ema. Mereka berdua ingin melakukan teror kepada Mahen di tempat itu, dia ingin Mahen mengetahui bahwa ayahnya adalah seorang pembunuh. Purba ingin jika Mahen merasakan apa yang selama ini dia rasakan akibat ayahnya dan rencana Purba ini berbeda dengan Ema. Ema hanya ingin menjauhi Mahen setelah menjebloskan Pak Erik ke dalam penjara. Karena, baginya Mahen tidaklah bersalah dia juga hanyalah korban dari orang tuanya. Dari sini kita lihat jelas, perbedaan balas dendam antara Purba dan Ema.

 

Awalnya, Ema tidak setuju dengan rencana itu. Tapi, Purba berjanji tidak akan melukai Mahen dia hanya ingin Mahen mengetahui siapa ayahnya sebenarnya. Tapi, itu hanyalah siasat yang dilakukan Purba untuk mengelabui Ema. Purba jelas mengetahui jika Ema punya perasaan dengan Mahen. Oleh karenanya, Ema tidak bisa dijadikan alat buat balas dendam sesuai rencananya. Ema hanya bisa sebagai pemancing agar Mahen mau ikut camping.

 

***